Suatu hari ada seseorang datang
meminta-minta kepada Rasulullah
SAW yang sedang berkumpul
dengan para sahabat. Melihat
kehadiran pengemis itu, Rasulullah
lantas bertanya, "Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?"
Dia menjawab, "Tentu, saya
mempunyai pakaian yang biasa
dipakai sehari-hari dan sebuah
cangkir." Rasulullah lalu berkata,
"Ambil dan serahkan ke saya!"
Pengemis itu langsung bergegas pulang dan kembali dengan
membawa cangkir. Rasulullah
kemudian menawarkan cangkir itu
kepada para sahabat, "Adakah di
antara kalian yang ingin membeli
ini?" Seorang sahabat menyahut, "Saya beli dengan satu dirham."
Rasulullah lalu menawarkannya
kepada sahabat yang lain. Seorang
sahabat yang sanggup membelinya
dengan harga dua dirham.
Rasulullah kemudian memberikan
dua dirham itu kepada si pengemis. Rasul mengharapkan agar uang itu
digunakan untuk membeli makanan
buat keluarganya, dan sisa uangnya
digunakan untuk membeli kapak.
"Carilah kayu yang banyak dan
juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu," kata
Rasulullah.
Dua minggu kemudian, pengemis itu
datang kembali menghadap
Rasulullah SAW, tapi tidak untuk
mengemis. Ia datang kepada
Rasullah membawa uang 10 dirham
hasil dari berjualan kayu. Rasulullah SAW kemudian menyuruhnya untuk
membeli pakaian dan makanan
untuk keluarganya.
Rasulullah berkata, "Hal ini lebih baik
bagi kamu, karena meminta-
meminta hanya akan membuat noda
di wajahmu di akhirat nanti. Tidak
layak bagi seseorang meminta-minta
kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai
sesuatu, utang yang tidak bisa
terbayar, dan penyakit yang
membuat seseorang tidak bisa
berusaha."
Kisah ini menggambarkan sifat
Rasulullah yang gemar membantu
orang yang tidak mampu. Bantuan
tidak hanya berupa uang, tapi juga
"kail" atau pekerjaan agar kelak
orang yang tidak mampu itu bisa hidup mandiri.
Tidak dapat dimungkiri, jumlah
pengemis dan pengangguran di
Indonesia saat ini masih sangat
tinggi. Alangkah indahnya, jika setiap
orang mampu (secara ekonomi) di
negeri ini mau meniru perilaku Rasulullah tersebut. Dengan
memberi sedekah dan pekerjaan,
setidaknya jumlah anak jalanan dan
pengangguran bisa diminimalisasi.
Rasullullah memberikan contoh
bahwa kesalehan spiritual belum
dikatakan sempurna, sebelum
dibarengi dengan kesalehan sosial
(to be sensitive to the reality).
Dalam Alquran disebutkan bahwa
orang yang bertakwa yaitu: "Orang-
orang yang menafkahkan hartanya,
baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan kesalahan orang (QS Ali Imran [3]:
134).
Saatnya kita berbagi dengan orang
di sekeliling kita yang fakir dan
miskin. Jika orang yang diberi
kecukupan ekonomi di negeri ini
mau peduli terhadap yang miskin,
pasti perempuan Indonesia tidak akan berbondong-bondong menjadi
tenaga kerja dan pembantu rumah
tangga di negeri orang. Jika orang
kaya di negeri ini mau membantu
yang lemah dan fakir, tentu tidak
banyak anak negeri ini yang putus sekolah. "Sesungguhnya kefakiran
(kemiskinan) itu bisa menjerumuskan
ke jurang kekafiran."